Kepritoday.com – Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau (PT Kepri) resmi menjatuhkan vonis mati kepada dua mantan perwira Polresta Barelang, yaitu Satria Nanda dan Shigit Sarwo Edhi. Keduanya terbukti sebagai pelaku utama dalam penyelewengan narkotika jenis sabu seberat 9 kilogram dari total 44 kilogram yang disita dari jaringan internasional asal Malaysia.
Kasus ini melibatkan total 12 terdakwa, termasuk 10 anggota polisi aktif dan dua warga sipil. Barang bukti berupa sabu tersebut sebelumnya diamankan dalam operasi penindakan, namun sebagian besar dialihkan oleh para terdakwa untuk diedarkan kembali secara ilegal.
Majelis hakim PT Kepri yang diketuai H. Ahmad Shalihin menilai bahwa kedua perwira tersebut bukan sekadar pelaku biasa. Mereka berperan sebagai aktor intelektual, memanfaatkan jabatan untuk menyusun dan menjalankan skema distribusi sabu lintas negara.
“Ini bukan kejahatan biasa. Mereka menyalahgunakan wewenang dan merusak kepercayaan publik,” kata Priyanto, Juru Bicara PT Kepri.
Putusan banding memperberat hukuman dibandingkan dengan putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Batam. Dalam putusan terbaru ini, Satria Nanda yang menjabat sebagai mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, dan Shigit Sarwo Edhi yang merupakan mantan Kanit Narkoba, dijatuhi hukuman mati.
Sementara itu, delapan anggota polisi lainnya, termasuk Junaidi Gunawan, Fadli, dan Ibnu Maaruf, divonis penjara seumur hidup. Dua warga sipil yang terlibat, yaitu Aziz Martua Sinaga dan Zulkifli Simanjuntak, menerima hukuman 20 tahun penjara, naik dari vonis sebelumnya yang hanya 13 tahun.
Majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor pemberat, antara lain posisi para terdakwa sebagai aparat penegak hukum, jumlah barang bukti yang mencapai puluhan kilogram, serta dampak sosial yang ditimbulkan dari peredaran narkoba berskala besar ini.
Menurut Priyanto, tindakan para terdakwa mengkhianati institusi dan membahayakan masa depan generasi muda. Oleh karena itu, hukuman maksimal layak diberikan sebagai bentuk ketegasan negara dalam memerangi kejahatan narkotika.
Vonis ini menjadi peringatan keras bagi seluruh jajaran aparat penegak hukum di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa penyimpangan di tubuh kepolisian tidak akan luput dari jerat hukum, dan bahwa tidak ada impunitas, bahkan bagi perwira tinggi.
Kejahatan narkotika skala besar seperti ini bukan hanya merusak kredibilitas institusi, tetapi juga membawa risiko sosial dan ekonomi yang serius bagi masyarakat luas, khususnya generasi muda yang menjadi target pasar narkoba.
Putusan ini mendapat sambutan positif dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri. Keduanya menyatakan bahwa hukuman ini sejalan dengan komitmen nasional dalam pemberantasan narkoba.
“Ini momentum penting untuk menunjukkan bahwa tidak ada kompromi bagi aparat yang melanggar hukum,” ujar perwakilan Kejati Kepri dalam keterangannya.
Putusan Pengadilan Tinggi Kepri ini menandai titik balik dalam penegakan hukum terhadap aparat yang menyimpang. Dengan kejahatan yang menyangkut narkotika lintas negara dan melibatkan institusi negara, keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kasus ini menjadi preseden penting, mempertegas pesan bahwa integritas institusi penegak hukum harus dijaga dengan tindakan tegas dan transparan.(Red)